Tentara adalah pelindung bangsa dari ancaman dan gangguan
keamanan dari penyerangan yang bersifat kontak fisik yang sangat memerlukan
kesediaan untuk mengorankan nyawa. Namun demikian, dalam perjuangan membela
bangsa ada kalanya harus berbagi hati kepada yang lain, yaitu keluarga.
Meskipun rela mati diharapkan jangan sampai mati saat dipertempuran yang
sengit. Ya , karena keluarga menanti di rumah untuk bercerita pada anak cucu
kelak apa yang telah dilakukan oleh orang kebanggaannya. Suatu ketika
terjadilah pertempuran yang sangat dasyat yang melibatkan banyak Negara harus
ikut serta membantu untuk menyelesaikan pertikaian. Negara yang diserang
mencari bantuan begitu pula Negara yang menyerang dengan segala dalihnya.
Menyerang siapa yang pantas diserang untuk kejayaan. Hal itu yang juga pernah
dialami masa Negara-negara terdahulu yang gila akan kekuasaan. Bahkan sampai
sekarang masih saja terjadi hal yang demikian yang membuat banyak korban
berjatuhan tak terhitung jumlahnya. Mati di jalan, di sungai-sungai, diatas
bukit dan bahkan dilubang-lubang yang digalinya untuk si musuh karena memang
demikian rencananya. Namun naas dan sialnya karena lubangnya untuk diri
sendiri. Darah mengalir membasahi bumi pertiwi yang tak henti-hentinya mengalir,
jantung-jantung tertutup sudah denyutannya dan suara bising lalat telah
menghinggapi tubuh-tubuh tersebut sehingga semakin tercium aroma yang khas yang
tak terlupakan. Mayat…..mayat….mayat….mayat. menangislah keluarga yang telah
ditinggalkannya. Dendam, benci, amarah, sakit hati, menjadi satu menjadi
pemicu, maju Balas dendam “Nyawa di bayar Nyawa”.
Ada sesuatu yang unik yang sangat menggelitik didunia ke
militeran. Seharusnya bisa bertahan dan mempertahankan diri agar tidak
terserang saat ada serangan dan menghasilkan kemenangan yang tanpa korban
dipihaknya. Justru ada tentara yang gila-gilaan dan bertarung mati-matian untuk
nama baiknya. Peluru dari BRend diarahkannya pada sasaran yang diincarnya,
bom-bom di picunya, tank-tank di jalankannya dan meriampun menjadi andalannya.
Dengan kegilaannya berkata “Dengan Kedondong kita jadikan berondong, dengan
Balom kita jadikan Boooooom dan dengan biji jambu kita jadikan peluru.
Tembaaaaaakkkkkkk, dor dor dor. Book, booooooom.
Tentarapun tertawa terbahak-bahak. Ha ha ha ha ha. Wek wek
wek.
Pelurupun berjatuhan kena di badan. Bukan main marahnya dan
berkata “ ayo terus tembak…….kkkkk. Cuma merah-merah saja hasil tembakanmu ini.
Apalagi bommu itu, hanya bikin bising di telingaku.
Sang lawanpun tak mau ambil pusing dan diam. Diambilnyalah
senjata meriam yang dibawanya ketika saat berangkat. Pemicu yang selalu
menempelpun di putusnya. Tidak begitu saja dilemparkan kepada sang musuh, agar
mantap bomnya di kulitinyalah terlebih dahulu dengan pisau yang di bawanyam lalu
dilemparkannya.
Tentara pemberanipun tidak takut dengan bom yang
dilemparkannya. Bom diambilnya dan dengan kekuatan penuh ditangannya, bom
diletakkan diatas benda keras dan di pukulnya dengan keras-keras bom tersebut
dan dimakannya. Mnyem-mnyeam. Mantap. Bom dondong. Peluru geli peluru jambu.
Bom besar bom balon udara. Meletus hanya mengagetkan. Makanya tentara
gila-gilaan menterbu bom hijau, bom kedondong tuk dijadikan santapannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar